Insiden menarik terjadi dalam salah satu persidangan terkait kasus Slot Dana di Pengadilan Negeri X. Seorang pengunjung yang awalnya tercatat sebagai pihak umum ternyata diketahui melakukan penyusupan dengan tujuan merekam jalannya persidangan secara ilegal. Kejadian ini memicu diskusi hukum mengenai batas antara hak publik atas informasi dan etika menghadiri proses peradilan.
Pengadilan merupakan salah satu wujud pelaksanaan prinsip keterbukaan informasi publik, sebagaimana tercermin dalam Pasal 28F UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh informasi guna mengembangkan diri dan lingkungan sosialnya. Namun, hak tersebut tetap dibatasi oleh aturan yang menjamin ketertiban dan kelayakan proses hukum.
Dalam kasus ini, pelaku penyusupan membawa perangkat perekam tersembunyi dan mencoba mendokumentasikan jalannya persidangan tanpa izin resmi dari majelis hakim. Tindakan tersebut melanggar ketentuan tentang tata tertib pengunjung pengadilan dan dapat dikenai sanksi administratif atau bahkan pidana ringan jika terbukti mengganggu proses peradilan.
Juru bicara pengadilan menegaskan bahwa meskipun pengadilan bersifat terbuka untuk umum, setiap aktivitas di ruang sidang harus tunduk pada etika hukum dan peraturan internal pengadilan. Keterbukaan bukan berarti kebebasan absolut, melainkan hak yang diatur secara proporsional.
Peristiwa ini juga menjadi momentum untuk menegaskan kembali bahwa ruang sidang adalah bagian dari ruang publik yang beradab, bukan tempat untuk tindakan spekulatif, provokatif, apalagi ilegal. Setiap individu yang hadir wajib menjaga kesopanan, keamanan, dan tidak mencampuri proses yudisial yang sedang berjalan.
Sebagai negara hukum, Indonesia menjamin akses publik terhadap proses peradilan. Namun, sebagaimana termuat dalam prinsip due process of law, transparansi tetap harus seimbang dengan integritas dan ketertiban lembaga peradilan.